Disarikan dari Khutbah IDUL ADHA 1437 H Tanggal 12 September 2016
Oleh Ust. In’amul Choiri di Masjid Al Muhajirin Block C Mercy Sukasari Serang
Baru Bekasi
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3)اللهُ اَكبَرْ (×3
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ
اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ
بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ
اَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ
اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Di pagi hari yang penuh
barokah ini, kita berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Baru saja
kita laksanakan ruku’ dan sujud sebagai manifestasi perasaan taqwa kita kepada
Allah SWT. Kita agungkan nama-Nya, kita gemakan takbir dan tahmid sebagai
pernyataan dan pengakuan atas keagungan Allah. Takbir yang kita ucapkan
bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti. Tetapi merupakan pengakuan dalam hati,
menyentuh dan menggetarkan relung-relung jiwa manusia yang beriman. Allah Maha
Besar. Allah Maha Agung. Tiada yang patut di sembah kecuali Allah.
Dan juga merupakan
perwujudan ungkapan syukur kepada Allah Swt. Atas nikmat yang begitu banyak
kita dapatkan, Dan Sesungguhnya, Allah
Swt tidak pernah pernah mengharap, tidak perlu syukur kita, karena syukur kita
itu hanya akan kembali yang melakukan.
وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ
“Barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya Dia bersyukur untuk
(kebaikan) dirinya sendiri
Bersyukur akan mengekalkan nikmat yang sudah ada dan akan menambah
nikmat yang sudah didapatkan atau menambah nikmat baru, Disebutkan dalam Alqur'an...
إِنَّ اللَّهَ
لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Dan Allah tidak akan merubah kondisi suatu kaum sampai mereka
merubahnya sendiri.. Perubahan itu dimulai dari diri sendiri, Allah SWT sudah
memberikan kenikmatan yang banyak pada masing-2 individu, seberapa besar syukur
kita kepada Allah SWT...semakin baik baginya,
Semakin bersyukur…semakin bertambah, BUKAN menunggu bertambah baru
bersyukur TAPI dengan bersyukur PASTI bertambah, sesuai dengan
janji Allah SWT
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
Idul Adha ini tidak bisa
terlepas dari sosok Nabi ibrahim sebagai uswah yang tidak pernah usang dibahas
Hikmah yang terkandung didalamnya
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Sebut saja hikmah 1. Hubungan Orang tua dan anak
Peristiwa ini mengingatkan
kita bagaimana kepatuhan seorang anak kepada orangtuanya (Kepatuhan nabi Ismail
thd nabi Ibrahim) sebagaiman terekam dalam al Qur'an
قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ
مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ
اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya : “Ibrahim berkata:
‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
fikirkanlah apa pendapatmu!’. Ismail menjawab: ‘Hai Ayahkuku, kerjakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar’.” (Qs. as-Shaffat [37]: 102).
Inilah jawaban anak sholeh,
anak yang dihasilkan dari kesungguhan orang tuanya didalam memohon kepada Allah
SWT. Yang setiap saat senantiasa berdo'a
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah
kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh”. (Qs. as-Shaffat
[37]: 102).
Peristiwa menyentuh hati
dan perasaan ini mengajak kita untuk melihat kembali bagaimana dengan anak-anak
kita? Sudahkan kita menginginkan anak-anak kita menjadi anak yang sholeh,
sudahkah kita didik anak kita menjadi anak sholeh.. Seberapa besar kesungguhan
kita didalam keinginan memiliki anak sholeh ?
Banyak Orang tua merasa
sedih, galau, malu kalau mendapati anaknya nilai matematikanya jelek, nilai
bahasa inggrisnya jelek, nilai pelajaran sekolahnya jelek…akan tetapi
Orang tua justru tidak sedih, tidak malu, dan bersikap biasa2 saja ketika
anaknya tidak bisa membaca Alqur'an
Banyak Orang tua merasa
sedih, galau, malu kalau mendapati anaknya tidak naik kelas bahkan anak jadi
korban keegoisan orang tuanya…akan tetapi Orang tua justru tidak sedih,
tidak malu, bersikap biasa2 saja ketika anaknya tidak mengerjakan SHOLAT
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Sudahkah ada perasaan
khawatir sepeninggal kita didunia ini anak-anak kita masih menyembah Allah,
anak-anak kita masih taat kepada Allah sebagaimana para nabi dan sholihin
selalu bertanya pada anaknya (مَا
تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي
) Apa yang kamu sembah nak setelah
ayahmu ini tidak ada..??? atau justru kekhawatiran kita kepada anak lebih
dominan(مَا تَأْكُلُونَ مِنْ بَعْدِي) Apa
yang kamu makan nanti setelah ayah tidak
ada?
Seberapa besar kesungguhan
kita sebagai Orang tua mendoakan anak kita agar menjadi anak sholeh padahal doa orang tua
kepada anaknya seperti doa nabi kepada umatnya, doa orang tua terhadap anak
adalah langsung diijabah oleh Allah SWT sebagaimana hadis rasulullah saw "
Tsalatsatu adda'awatun mustajabaatun : addu'au walidi li waladahu",
Sekaligus kita dingatkan
sebagai anak tentang bakti kepada orang
tua. Bagaimanapun banyaknya amal seorang anak, kalau anak durhaka kepada orang
tua. Maka Allah Swt haramkan surga bagi mereka. Jika mereka masih hidup, kita
masih bisa memperbaikinya, mendatangi orang tua untuk memohon maaf, Tapi, andai ajal telah mendahului. Kita hanya
dapat mengucapkan doa setiap saat sebagai bukti bakti kita
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ
صَغِيْرا
“Ya Allah, ampunilah aku
dan kedua orang tuaku. Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku ketika
aku masih kecil”.
Sudahkah kita mendoakan
mereka dalam setiap doa-doa yang kita panjatkan atau justru kita
sudah melupakan mereka dalam doa doa kita
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Tahukah kita kondisi ayah
kita saat ini, kondisi ibu kita saat ini dalam kondisi SEHAT atau saat
ini orang tua kita justru sedang menahan sakitnya karena nggak ada ongkos ke
dokter, mau meminta kepada anak mereka MALU, atau memanggil - manggil nama anaknya namun anaknya tidak pernah mendengarnya
karena anaknya sudah tidak peduli pada mereka
Tahukah kita kondisi ayah kita
saat ini, kondisi ibu kita saat ini dalam kondisi KENYANG atau saat ini
orang tua kita justru sedang perutnya yang LAPAR karena nggak ada uang
untuk beli makanan, padahal kita disini menghamburkan uang untuk hal yang tidak
perlu.
Kalau mereka sudah
meninggal....Tahukah kita kondisi mereka saat ini, mereka Mendapatkan Rahmat oleh allah ditempatkan
tempat yang baik atau dalam kondisi di adzab (naudzubillah)sedangkan
kita disini tidak mau mengirim doa, tidak mau melakukan amal sholeh, justru
kita masih senang bermaksiat kepada Allah.. padahal aktivitas anak didunia akan
sampai kepada orang tuanya yang sudah meninggal.. imam ghozali mengatakan
" Faa laa tu'tuu mautakum bissayyiaati a'malikum"
Bagaimana mungkin orang
dapat mengesampingkan kedua orang tuanya, bangga dengan harta, anak, bahkan
amalnya. Padahal orang tua pada level kedua setelah Allah Swt,
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا
أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا
قَوْلًا كَرِيمًا
“Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia.
kalau melihat ayat al qur'an
diatas , Berkata …Ah saja sudah dianggap durhaka oleh Allah.. , Mengapa ada
orang yang begitu gegabahnya menjadikan orang tuanya dirumah-rumah mereka
sebagai pembantu rumah tangga, Hal itu adalah dosa besar yang sulit bertaubat
karena pelakunya nggak sadar kalau itu perubahan dosa.
Posisi mereka adalah
setelah Allah Swt. Mengapa ada orang yang begitu sombong menuntut mereka ke
pengadilan dunia hanya karena ingin merebut kebahagiaan duniawi. Sadarkah
mereka bahwa murka Allah Swt terletak pada murka kedua orang tua,
رِضَا اللَّهُ فِي رِضَا
الْوَالِدَيْنِ وَ سَخَطُهُ فِيْ سَخَطِهِمَا
“Ridha Allah Swt terletak pada
ridha kedua orang tua dan murka Allah Swt terletak pada murka kedua orang tua”.
(HR. ath-Thabrani).
Pelajaran dari peristiwa
nabi ibrahim dan nabi ismail kita jadikan sebagai teladan baik
sebagai anak maupun sebagai orang tua, sehingga kehidupan kita akan
selamat bahagia sesuai yang diinginkan Allah dan rasulnya
Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Hikmah Kedua, Keseimbangan Antara Usaha dan Tawakkal.
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي
زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ
أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ
لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Ibu Siti Hajar dan anaknya
ismail yang masih kecil diajak suaminya nabi Ibrahim ke suatu tempat dengan
membawa perbekalan yang secukupnya, ketika sampai dilembah yang tandus dan tidak berpenghuni turunlah mereka dan
mendadak nabi Ibrahim hendak meninggalkan mereka, maka tersentaklah ibu siti
hajar mengejar suaminya
Siti hajar : Wahai suamiku apakah engkau mau meninggalkan kami di tempat
yang tandus ini ?
Nabi Ibrahim : Tidak sanggup mengeluarkan kata kata, hanya sanggup menatap
mereka berdua, dan segera berjalan kembali
Siiti Hajar : Wahai suamiku, apakah engkau akan meninggalkan kami ditempat
yang tidak ada tanda-tanda kehidupan ini ?
Nabi Ibrahim : sekali lagi tidak sanggup mengeluarkan kata kata, hanya sanggup
menatap mereka berdua, dan segera berjalan kembali
Siti hajar : Apakah ini diperintahkan oleh Allah ?
Nabi Ibrahim : Mengangguk
Siti hajar : Kalau ini
perintah Allah, maka pergilah suamiku. Allah pasti tidak akan membiarkan kami.
Subhanallah suami istri yang begitu tegar, sholeh yang selalu mendahulukan
Allah dan selalu berprasangka baik kepada Allah didalam menjalani kehidupannya.
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ
وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
“Apabila telah ditunaikan
shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (Qs. al-Jumu’ah [62]: 10).
Dari keterangan diatas
bahwa berusaha adalah sesuatu yang harus dilakukan dan hasil adalah
ketentuan Allah, Maka gantungkan semuanya kepada Allah karena Allahlah yang
berkehendak.
"Maa syaa Allah kaana
wamaa lam yasyaa ' lam yakun" Apa yang dikendaki Allah pasti terjadi dan apa yang tidak
dikendaki Allah tidak akan terjadi
“Berusaha tanpa tawakkal, SOMBONG.
bertawakkal tanpa usaha, KOSONG”.
Hikmah Ketiga: Berkorban
Untuk Agama Allah Swt.
Untuk menegakkan agama ini
diperlukan pengorbanan dari segala sisi : Jiwa , Harta, tenaga, Pikiran. Saat
ini saudara kita yang sedang wukuf di Arafah mereka mengorbankan Harta dan
jiwanya untuk bisa sampai disana, saudara kita yang berkurban sapi atau kambing
pada hari ini mereka juga mengorbankan hartanya agar syiar hidup
Mencari harta itu sulit.
Namun ada yang lebih sulit, yaitu berjuang melawan hawa nafsu dan bisikan setan
yang selalu mengajak agar menahan harta, tidak berkurban, tidak bersedekah.
Sehingga mati dalam keadaan menumpuk harta, tidak pernah berbuat untuk agama
Allah Swt walau seujung kuku.
Padahal Allah sudah
menggambarkan keadaan Orang yang meninggalkan dunia ini akan tetapi belum
sempat mengeluarkan hartanya… Betapa menyesalnya mereka di hari kiamat
وَأَنْفِقُوا
مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ
Dan belanjakanlah sebagian
dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah
seorang di antara kamu
فَيَقُولَ
رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ
الصَّالِحِينَ
lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak
menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk
orang-orang yang saleh?"
No comments:
Post a Comment