Pada bagian lima (bagian V) kembali akan diulas mengenai makna penamaan surah dalam Alquran, bagian ini merupaka bagian akhir dari penjelasan tersebu.
9. Cenderung Berbuat Dzalim
Kelemahan dalam memaintenance nafsu
yang mengalir deras dalam dirinya, membuat manusia kehilangan arah dan tujuan
hidupnya. Kerendahan hati untuk menghamba pada Sang Pencipta telah lekang
bahkan hilang akibat tergesernya unsur takwa yang juga awalnya mengalir
sama derasnya dalam jiwanya.
Layaknya kapal yang terombang-ambing
oleh ombak dan terjangan badai di lautan, tak jelas arahnya. Bila demikian, hak
dan kewajiban tak lagi terlintas dalam benaknya. Akibatnya, nafsu merajalela
dan melakukan apapun yang diinginkannya. Perhatikan ayat berikut:
Hal itu pula yang membuat dirinya
tidak lagi dapat menguasai diri, bersikap tanggung jawab dan menunaikan amanah
yang dipikulkan padanya. “…Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat bodoh”. (Qs. al Ahzaab, 33 : 72).
10. Berputus asa lagi Kufur dan
congkak serta bangga diri
Akhir-akhir ini, perilaku bunuh diri
sedang menjangkiti sebagian masyarakat kita. Berbagai cara pun dilakukan untuk
mengakhiri hidup, mulai meminum toxin (racun) yang sedianya untuk binatang,
menyayat urat nadi, menabrakkan diri ke mobil atau kereta api bahkan terjun
dari gedung berlantai tinggi.
Kekecewaan, kesedihan dan atau keputusasaan yang sangat mendalam dan berlebih kerap menafikan logika atau akal sehat manusia. Simak ayat berikut :
Kekecewaan, kesedihan dan atau keputusasaan yang sangat mendalam dan berlebih kerap menafikan logika atau akal sehat manusia. Simak ayat berikut :
“Dan jika Kami rasakan kepada
manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut
daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih“. (Qs. Hud, 11 : 9).
Sebaliknya, kita juga tak kalah
sering melihat perilaku foya-foya, party yang sarat minuman keras dan wanita,
bahkan pesta pernikahan yang mewah dan menghabiskan ratusan bahkan milyaran
rupiah yang dihamburkan hanya untuk mendapat pengakuan bahwa seseorang itu
mampu, kaya, berduit dan berkelas? Hhhm, itulah manusia.
“Dan jika Kami rasakan kepadanya
kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata:
"Telah hilang bencana-bencana itu dari padaku"; sesungguhnya dia
sangat gembira lagi bangga, (Qs. Hud,
11 : 10).
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan
rahmat (kasih sayang) dan inayah (pertolongan)Nya agar kita bisa meminimalisir
dan dapat menyikapi sifat-sifat buruk di atas yang ada dalam diri kita
sehingga kita dapat istiqamah (konsisten) pada tujuan hidup kita, menghamba
pada Yang Kuasa, amin.
B. Psikologi Qurani
Tak menyangka, bila selama ini surah
Alquran hanya dipahami tak lebih dari "judul" dari sekumpulan ayat
suci Alquran, ternyata surah dapat "berbicara" lebih dari hanya
sekedar judul.
Melalui pengamatan yang mendalam,
surah merupakan deskripsi tentang sifat dan karakter manusia. Sejak awal,
urutannya pun mengundang tanda tanya. Betapa tidak, surah yang pertama kaali
turun, al Alaq, justru ditempatkan jauh di urutan 96. Sedang, surah yang turun
setelahnya, al Fatihah, ditempatkan pada urutan pertama.
Selain itu, surah merupakan variabel asli Alquran. Di manapun kita dapatkan mushaf, surah selalu termaktub dalam kitab suci tersebut. Meski, urutan surah sempat mengalami proses perbedaan pada masa awal kodifikasi, tetapi kemudian terjadi kesepakatan bahwa yang dijadikan rujukan adalah urutan terakhir saat Nabi Muhammad saw melakukan al urdhah al akhiirah (pengecekan terakhir) kepada Jibril sebelum beliau wafat.
Selain itu, surah merupakan variabel asli Alquran. Di manapun kita dapatkan mushaf, surah selalu termaktub dalam kitab suci tersebut. Meski, urutan surah sempat mengalami proses perbedaan pada masa awal kodifikasi, tetapi kemudian terjadi kesepakatan bahwa yang dijadikan rujukan adalah urutan terakhir saat Nabi Muhammad saw melakukan al urdhah al akhiirah (pengecekan terakhir) kepada Jibril sebelum beliau wafat.
Pada talaqqy terakhir tersebut,
urutan surah yang dibaca Beliau adalah urutan surah seperti yang saat ini kita
kenal. Meski, pada zaman Abu bakar, pengumpulan pertama menggunakan patokan
hasba tartiibin nuzul (menurut urutan turun), tetapi kemudian pada pengumpulan
kedua, zaman Usman bin Affan ra, Alquran dibukukan sesuai urutan mushaf sampai
saat ini. Untuk lebih jelasnya, silahkan baca Bab I dan II.
Sehingga, penulis lebih tertarik
untuk fokus menjelaskan karakter manusia berdasarkan unsur yang orisinil,
surah. Karya penulis sebelumnya, Karakter Diri di Balik Juz Alquran (ar
RahmahPublishing) masih banyak melibatkan unsur tidak asli Alquran semisal Juz,
tanda 'ain, kata awal juz, dan jumlah ayat pada halaman juz. Tentu, unsur-unsur
ini tidak bisa disandarkan secara langsung dengan Alquran, karena merupakan
hasil Ijtihad. Alhasil, tidak setiap mushaf Alquran terdapat tanda tersebut dan
kalaupun ada belum tentu sama.
Kalaupun ada uraian yang
mencengangkan atau menakjubkan dari unsur-unsur yang tidak asli tersebut,
sifatnya hanya sebatas motif yang dapat diungkap dan tidak dapat dikategorikan
sebagai mukjizat Alquran, sebab sifatnya yang unnatural dan tidak melekat.
Tapi juga bukan berarti uraian
tersebut salah. Uraian itu dapat melengkapi nilai yang sejak awal tetap dan
melekat pada Alquran, yaitu I'jaz (kemukjizatan) Alquran. Hal ini perlu
dipahami agar kita dapat memahami dan menempatkan menurut proporsinya.
Singkat kata, uraian yang muncul
dari penamaan surah dan urutan surah-hemat penulis-dapat dikategorikan sebagai
mukjizat Alquran. Sedangkan uraian yang mengacu pada jumlah ayat pada setiap
surah tidak dapat digolongkan pada Mukjizat, sebab terjadi perbedaan
perhitungan pada mushaf (lebih lengkap baca kata pengantar).
Pernyataan yang mungkin tepat adalah
hikmah dari salah satu tipe perhitungan ayat pada tiap surah Alquran. Bisa
jadi, tiap tipe perhitungan memiliki unsur hikmahnya masing-masing. Adapun
uraian karakter manusia yang diuraikan penulis dalam buku ini menggunakan salah
satu tipe perhitungan ayat Alquran yakni versi perhitungan al Kufy yang
riwayatnya bersambung pada sahabat Ali bin Abi Thalib ra.
Sekali lagi, untuk uraian yang
terkait dengan perhitungan jumlah ayat ini tidak dapat kita sandarkan pada
Alquran, semisal kita mengatakan, "Menurut Alquran, jumlah surah
Al-Baqarah adalah 286", padahal versi perhitungan al Bashry berjumlah 287
dan versi al madany, al Makky serta as Syaamy berjumlah 285. Alangkah baiknya
bila kita mengatakan, "menurut perhitungan Al Kufy, jumlah ayat surah
Al-Baqarah adalah 286".
Berhubung tidak semua orang dapat
mengakses ilmu Alquran dan cabang-cabangnya, wajar bila di luar sana masih
banyak yang belum mengerti dan memahami tentang hal ini. Mereka masih dengan
bangga dan percaya diri yang tinggi menyatakan temuan mereka dan menyandarkan
kepada Alquran sesuatu yang sejatinya bukan bagian dari kitab suci.
Kesimpulannya, siapapun yang hendak
mengkaji Alquran, mau tidak mau harus menggunakan perangkat ilmu Alquran untuk
mengakses kitab suci yang diturunkan dengan bahasa Arab tersebut. Tanpanya,
seseorang akan terseak-seok dan tak tentu arah tujuannya sehingga salah jalan
atau tersesat.
By. H. Ziyad Ulhaq., SQ., MA
No comments:
Post a Comment