Pilih Bahasa

Tuesday 9 May 2017

Menguak Makna Penamaan Surah Alquran Dalam Prespektif Struktur (Bagian - V Habis)


Pada bagian lima (bagian V) kembali akan diulas mengenai makna penamaan surah dalam Alquran, bagian ini merupaka bagian akhir dari penjelasan tersebu. 
 
9. Cenderung Berbuat Dzalim
Kelemahan dalam memaintenance nafsu yang mengalir deras dalam dirinya, membuat manusia kehilangan arah dan tujuan hidupnya. Kerendahan hati untuk menghamba pada Sang Pencipta telah lekang bahkan hilang akibat tergesernya unsur takwa yang juga awalnya  mengalir sama derasnya dalam jiwanya.

Layaknya kapal yang terombang-ambing oleh ombak dan terjangan badai di lautan, tak jelas arahnya. Bila demikian, hak dan kewajiban tak lagi terlintas dalam benaknya. Akibatnya, nafsu merajalela dan melakukan apapun yang diinginkannya. Perhatikan ayat berikut:



Hal itu pula yang membuat dirinya tidak lagi dapat menguasai diri, bersikap tanggung jawab dan menunaikan amanah yang dipikulkan padanya. “…Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat bodoh”. (Qs. al Ahzaab, 33 : 72).

10. Berputus asa lagi Kufur dan congkak serta bangga diri
Akhir-akhir ini, perilaku bunuh diri sedang menjangkiti sebagian masyarakat kita. Berbagai cara pun dilakukan untuk mengakhiri hidup, mulai meminum toxin (racun) yang sedianya untuk binatang, menyayat urat nadi, menabrakkan diri ke mobil atau kereta api bahkan terjun dari gedung berlantai tinggi.
  
Kekecewaan, kesedihan dan atau keputusasaan yang sangat mendalam dan berlebih kerap menafikan logika atau akal sehat manusia. Simak ayat berikut :

 
“Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih“. (Qs. Hud, 11 : 9).

Sebaliknya, kita juga tak kalah sering melihat perilaku foya-foya, party yang sarat minuman keras dan wanita, bahkan pesta pernikahan yang mewah dan menghabiskan ratusan bahkan milyaran rupiah yang dihamburkan hanya untuk mendapat pengakuan bahwa seseorang itu mampu, kaya, berduit  dan berkelas? Hhhm, itulah manusia.

“Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata: "Telah hilang bencana-bencana itu dari padaku"; sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga, (Qs. Hud, 11 : 10).

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat (kasih sayang) dan inayah (pertolongan)Nya agar kita bisa meminimalisir dan dapat menyikapi sifat-sifat buruk di atas  yang ada dalam diri kita sehingga kita dapat istiqamah (konsisten) pada tujuan hidup kita, menghamba pada Yang Kuasa, amin.

B. Psikologi Qurani
Tak menyangka, bila selama ini surah Alquran hanya dipahami tak lebih dari "judul" dari sekumpulan ayat suci Alquran, ternyata surah dapat "berbicara" lebih dari hanya sekedar judul.

Melalui pengamatan yang mendalam, surah merupakan deskripsi tentang sifat dan karakter manusia. Sejak awal, urutannya pun mengundang tanda tanya. Betapa tidak, surah yang pertama kaali turun, al Alaq, justru ditempatkan jauh di urutan 96. Sedang, surah yang turun setelahnya, al Fatihah, ditempatkan pada urutan pertama.
  
Selain itu, surah merupakan variabel asli Alquran. Di manapun kita dapatkan mushaf, surah selalu termaktub dalam kitab suci tersebut. Meski, urutan surah sempat mengalami proses perbedaan pada masa awal kodifikasi, tetapi kemudian terjadi kesepakatan bahwa yang dijadikan rujukan adalah urutan terakhir saat Nabi Muhammad saw melakukan  al urdhah al akhiirah (pengecekan terakhir) kepada Jibril sebelum beliau wafat.

Pada talaqqy terakhir tersebut, urutan surah yang dibaca Beliau adalah urutan surah seperti yang saat ini kita kenal. Meski, pada zaman Abu bakar, pengumpulan pertama menggunakan patokan hasba tartiibin nuzul (menurut urutan turun), tetapi kemudian pada pengumpulan kedua, zaman Usman bin Affan ra, Alquran dibukukan sesuai urutan mushaf sampai saat ini. Untuk lebih jelasnya, silahkan baca Bab I dan II.

Sehingga, penulis lebih tertarik untuk fokus menjelaskan karakter manusia berdasarkan unsur yang orisinil, surah. Karya penulis sebelumnya, Karakter Diri di Balik Juz Alquran (ar RahmahPublishing) masih banyak melibatkan unsur tidak asli Alquran semisal Juz, tanda 'ain, kata awal juz, dan jumlah ayat pada halaman juz. Tentu, unsur-unsur ini tidak bisa disandarkan secara langsung dengan Alquran, karena merupakan hasil Ijtihad. Alhasil, tidak setiap mushaf Alquran terdapat tanda tersebut dan kalaupun ada belum tentu sama.
Kalaupun ada uraian yang mencengangkan atau menakjubkan dari unsur-unsur yang tidak asli tersebut, sifatnya hanya sebatas motif yang dapat diungkap dan tidak dapat dikategorikan sebagai mukjizat Alquran, sebab sifatnya yang unnatural dan tidak melekat.

Tapi juga bukan berarti uraian tersebut salah. Uraian itu dapat melengkapi nilai yang sejak awal tetap dan melekat pada Alquran, yaitu I'jaz (kemukjizatan) Alquran. Hal ini perlu dipahami agar kita dapat memahami dan menempatkan menurut proporsinya.

Singkat kata, uraian yang muncul dari penamaan surah dan urutan surah-hemat penulis-dapat dikategorikan sebagai mukjizat Alquran. Sedangkan uraian yang mengacu pada jumlah ayat pada setiap surah tidak dapat digolongkan pada Mukjizat, sebab terjadi perbedaan perhitungan pada mushaf (lebih lengkap baca kata pengantar).

Pernyataan yang mungkin tepat adalah hikmah dari salah satu tipe perhitungan ayat pada tiap surah Alquran. Bisa jadi, tiap tipe perhitungan memiliki unsur hikmahnya masing-masing. Adapun uraian karakter manusia yang diuraikan penulis dalam buku ini menggunakan salah satu tipe perhitungan ayat Alquran yakni versi perhitungan al Kufy yang riwayatnya bersambung pada sahabat Ali bin Abi Thalib ra.

Sekali lagi, untuk uraian yang terkait dengan perhitungan jumlah ayat ini tidak dapat kita sandarkan pada Alquran, semisal kita mengatakan, "Menurut Alquran, jumlah surah Al-Baqarah adalah 286", padahal versi perhitungan al Bashry berjumlah 287 dan versi al madany, al Makky serta as Syaamy berjumlah 285. Alangkah baiknya bila kita mengatakan, "menurut perhitungan Al Kufy, jumlah ayat surah Al-Baqarah adalah 286".

Berhubung tidak semua orang dapat mengakses ilmu Alquran dan cabang-cabangnya, wajar bila di luar sana masih banyak yang belum mengerti dan memahami tentang hal ini. Mereka masih dengan bangga dan percaya diri yang tinggi menyatakan temuan mereka dan menyandarkan kepada Alquran sesuatu yang sejatinya bukan bagian dari kitab suci.

Kesimpulannya, siapapun yang hendak mengkaji Alquran, mau tidak mau harus menggunakan perangkat ilmu Alquran untuk mengakses kitab suci yang diturunkan dengan bahasa Arab tersebut. Tanpanya, seseorang akan terseak-seok dan tak tentu arah tujuannya sehingga salah jalan atau tersesat.

 By. H. Ziyad Ulhaq., SQ., MA

No comments:

Post a Comment