Pilih Bahasa

Thursday 20 July 2017

Sosok Nabi Ibrahim sebagai Uswah bagi kita



Disarikan dari Khutbah IDUL ADHA 1437 H Tanggal 12 September 2016 Oleh Ust. In’amul Choiri di Masjid Al Muhajirin Block C Mercy Sukasari Serang Baru Bekasi


اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3)اللهُ اَكبَرْ (×3

اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ اَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ

اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,

Di pagi hari yang penuh barokah ini, kita berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Baru saja kita laksanakan ruku’ dan sujud sebagai manifestasi perasaan taqwa kita kepada Allah SWT. Kita agungkan nama-Nya, kita gemakan takbir dan tahmid sebagai pernyataan dan pengakuan atas keagungan Allah. Takbir yang kita ucapkan bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti. Tetapi merupakan pengakuan dalam hati, menyentuh dan menggetarkan relung-relung jiwa manusia yang beriman. Allah Maha Besar. Allah Maha Agung. Tiada yang patut di sembah kecuali Allah.

Dan juga merupakan perwujudan ungkapan syukur kepada Allah Swt. Atas nikmat yang begitu banyak kita dapatkan, Dan  Sesungguhnya, Allah Swt tidak pernah pernah mengharap, tidak perlu syukur kita, karena syukur kita itu hanya akan kembali yang melakukan.

وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ

“Barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri
Bersyukur akan mengekalkan nikmat yang sudah ada dan akan menambah nikmat yang sudah didapatkan atau menambah nikmat baru,  Disebutkan dalam Alqur'an...
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Dan Allah tidak akan merubah kondisi suatu kaum sampai mereka merubahnya sendiri.. Perubahan itu dimulai dari diri sendiri, Allah SWT sudah memberikan kenikmatan yang banyak pada masing-2 individu, seberapa besar syukur kita kepada Allah SWT...semakin baik baginya,  Semakin bersyukur…semakin bertambah, BUKAN menunggu bertambah baru bersyukur TAPI dengan bersyukur PASTI bertambah, sesuai dengan janji Allah SWT
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
Idul Adha ini tidak bisa terlepas dari sosok Nabi ibrahim sebagai uswah yang tidak pernah usang dibahas Hikmah yang terkandung didalamnya

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,

Sebut saja hikmah 1. Hubungan Orang tua dan anak
Peristiwa ini mengingatkan kita bagaimana kepatuhan seorang anak kepada orangtuanya (Kepatuhan nabi Ismail thd nabi Ibrahim) sebagaiman terekam dalam al Qur'an

قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya : “Ibrahim berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!’. Ismail menjawab: ‘Hai Ayahkuku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’.” (Qs. as-Shaffat [37]: 102).

Inilah jawaban anak sholeh, anak yang dihasilkan dari kesungguhan orang tuanya didalam memohon kepada Allah SWT. Yang setiap saat senantiasa berdo'a
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh”. (Qs. as-Shaffat [37]: 102).

Peristiwa menyentuh hati dan perasaan ini mengajak kita untuk melihat kembali bagaimana dengan anak-anak kita? Sudahkan kita menginginkan anak-anak kita menjadi anak yang sholeh, sudahkah kita didik anak kita menjadi anak sholeh.. Seberapa besar kesungguhan kita didalam keinginan memiliki anak sholeh ?

Banyak Orang tua merasa sedih, galau, malu kalau mendapati anaknya nilai matematikanya jelek, nilai bahasa inggrisnya jelek, nilai pelajaran sekolahnya jelek…akan tetapi Orang tua justru tidak sedih, tidak malu, dan bersikap biasa2 saja ketika anaknya tidak bisa membaca Alqur'an

Banyak Orang tua merasa sedih, galau, malu kalau mendapati anaknya tidak naik kelas bahkan anak jadi korban keegoisan orang tuanya…akan tetapi Orang tua justru tidak sedih, tidak malu, bersikap biasa2 saja ketika anaknya tidak mengerjakan SHOLAT

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,

Sudahkah ada perasaan khawatir sepeninggal kita didunia ini anak-anak kita masih menyembah Allah, anak-anak kita masih taat kepada Allah sebagaimana para nabi dan sholihin selalu bertanya pada anaknya (مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي )  Apa yang kamu sembah nak setelah ayahmu ini tidak ada..??? atau justru kekhawatiran kita kepada anak lebih dominan(مَا تَأْكُلُونَ مِنْ بَعْدِي) Apa yang kamu makan nanti setelah  ayah tidak ada?

Seberapa besar kesungguhan kita sebagai Orang tua mendoakan anak kita agar menjadi  anak sholeh padahal doa orang tua kepada anaknya seperti doa nabi kepada umatnya, doa orang tua terhadap anak adalah langsung diijabah oleh Allah SWT sebagaimana hadis rasulullah saw " Tsalatsatu adda'awatun mustajabaatun : addu'au walidi li waladahu",

Sekaligus kita dingatkan sebagai anak  tentang bakti kepada orang tua. Bagaimanapun banyaknya amal seorang anak, kalau anak durhaka kepada orang tua. Maka Allah Swt haramkan surga bagi mereka. Jika mereka masih hidup, kita masih bisa memperbaikinya, mendatangi orang tua untuk memohon maaf,  Tapi, andai ajal telah mendahului. Kita hanya dapat mengucapkan doa setiap saat sebagai bukti bakti kita
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرا

“Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku. Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku ketika aku masih kecil”.

Sudahkah kita mendoakan mereka dalam setiap doa-doa yang kita panjatkan atau justru kita sudah melupakan mereka dalam doa doa kita

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Tahukah kita kondisi ayah kita saat ini, kondisi ibu kita saat ini dalam kondisi SEHAT atau saat ini orang tua kita justru sedang menahan sakitnya karena nggak ada ongkos ke dokter, mau meminta kepada anak mereka MALU, atau  memanggil - manggil nama anaknya  namun anaknya tidak pernah mendengarnya karena anaknya sudah tidak peduli pada mereka

Tahukah kita kondisi ayah kita saat ini, kondisi ibu kita saat ini dalam kondisi KENYANG atau saat ini orang tua kita justru sedang perutnya yang LAPAR karena nggak ada uang untuk beli makanan, padahal kita disini menghamburkan uang untuk hal yang tidak perlu.

Kalau mereka sudah meninggal....Tahukah kita kondisi mereka saat ini, mereka   Mendapatkan Rahmat oleh allah ditempatkan tempat yang baik atau dalam kondisi di adzab (naudzubillah)sedangkan kita disini tidak mau mengirim doa, tidak mau melakukan amal sholeh, justru kita masih senang bermaksiat kepada Allah.. padahal aktivitas anak didunia akan sampai kepada orang tuanya yang sudah meninggal.. imam ghozali mengatakan " Faa laa tu'tuu mautakum bissayyiaati a'malikum"

Bagaimana mungkin orang dapat mengesampingkan kedua orang tuanya, bangga dengan harta, anak, bahkan amalnya. Padahal orang tua pada level kedua setelah Allah Swt,

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

kalau melihat ayat al qur'an diatas , Berkata …Ah saja sudah dianggap durhaka oleh Allah.. , Mengapa ada orang yang begitu gegabahnya menjadikan orang tuanya dirumah-rumah mereka sebagai pembantu rumah tangga, Hal itu adalah dosa besar yang sulit bertaubat karena pelakunya nggak sadar kalau itu perubahan dosa.

 Posisi mereka adalah setelah Allah Swt. Mengapa ada orang yang begitu sombong menuntut mereka ke pengadilan dunia hanya karena ingin merebut kebahagiaan duniawi. Sadarkah mereka bahwa murka Allah Swt terletak pada murka kedua orang tua,
رِضَا اللَّهُ فِي رِضَا الْوَالِدَيْنِ وَ سَخَطُهُ فِيْ سَخَطِهِمَا
“Ridha Allah Swt terletak pada ridha kedua orang tua dan murka Allah Swt terletak pada murka kedua orang tua”. (HR. ath-Thabrani).

Pelajaran dari peristiwa nabi ibrahim dan nabi ismail kita jadikan sebagai  teladan baik  sebagai anak maupun sebagai orang tua, sehingga kehidupan kita akan selamat bahagia sesuai yang diinginkan Allah dan rasulnya

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,
Hikmah Kedua, Keseimbangan Antara Usaha dan Tawakkal.

رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

Ibu Siti Hajar dan anaknya ismail yang masih kecil diajak suaminya nabi Ibrahim ke suatu tempat dengan membawa perbekalan yang secukupnya, ketika sampai dilembah yang tandus  dan tidak berpenghuni turunlah mereka dan mendadak nabi Ibrahim hendak meninggalkan mereka, maka tersentaklah ibu siti hajar mengejar suaminya
Siti hajar : Wahai suamiku apakah engkau mau meninggalkan kami di tempat yang tandus ini ?
Nabi Ibrahim : Tidak sanggup mengeluarkan kata kata, hanya sanggup menatap mereka berdua, dan segera berjalan kembali
Siiti Hajar : Wahai suamiku, apakah engkau akan meninggalkan kami ditempat yang tidak ada tanda-tanda kehidupan ini ?
Nabi Ibrahim : sekali lagi tidak sanggup mengeluarkan kata kata, hanya sanggup menatap mereka berdua, dan segera berjalan kembali
Siti hajar : Apakah ini diperintahkan oleh Allah ?
Nabi Ibrahim  : Mengangguk
Siti hajar : Kalau ini perintah Allah, maka pergilah suamiku. Allah pasti tidak akan membiarkan kami.

Subhanallah suami istri yang begitu tegar, sholeh yang selalu mendahulukan Allah dan selalu berprasangka baik kepada Allah didalam menjalani kehidupannya.

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (Qs. al-Jumu’ah [62]: 10).

Dari keterangan diatas bahwa berusaha adalah sesuatu yang harus dilakukan dan hasil adalah ketentuan Allah, Maka gantungkan semuanya kepada Allah karena Allahlah yang berkehendak.

"Maa syaa Allah kaana wamaa lam yasyaa ' lam yakun" Apa yang dikendaki Allah pasti terjadi dan apa yang tidak dikendaki Allah tidak akan terjadi

 “Berusaha tanpa tawakkal, SOMBONG. bertawakkal tanpa usaha, KOSONG”.

Hikmah Ketiga: Berkorban Untuk Agama Allah Swt.
Untuk menegakkan agama ini diperlukan pengorbanan dari segala sisi : Jiwa , Harta, tenaga, Pikiran. Saat ini saudara kita yang sedang wukuf di Arafah mereka mengorbankan Harta dan jiwanya untuk bisa sampai disana, saudara kita yang berkurban sapi atau kambing pada hari ini mereka juga mengorbankan hartanya agar syiar hidup
Mencari harta itu sulit. Namun ada yang lebih sulit, yaitu berjuang melawan hawa nafsu dan bisikan setan yang selalu mengajak agar menahan harta, tidak berkurban, tidak bersedekah. Sehingga mati dalam keadaan menumpuk harta, tidak pernah berbuat untuk agama Allah Swt walau seujung kuku.
Padahal Allah sudah menggambarkan keadaan Orang yang meninggalkan dunia ini akan tetapi belum sempat mengeluarkan hartanya… Betapa menyesalnya mereka di hari kiamat

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu

فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ
lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?"

No comments:

Post a Comment